prefix='og: https://ogp.me/ns# fb: https://graph.facebook.com/schema/og/ article: https://graph.facebook.com/schema/og/article'> Rian Frangklin Demena Diculik dan Dibunuh oleh Aparat Keamanan Indonesia di Sentani Papua Barat - West Papua Ujung Panah

Rian Frangklin Demena Diculik dan Dibunuh oleh Aparat Keamanan Indonesia di Sentani Papua Barat

Rian Frangklin Demena Diculik dan dibunuh oleh  Aparat Keamanan Indonesia di Sentani Papua Barat

Penculikan Dan Penghilangan Paksa

Laporan Tentang Penyiksaan Dan Pembunuhan Terhadap Aktivist HAM Mudah Papua “RIAN FRANGKLIN DEMENA” Pada Tanggal 25 Juli 2016 Di Jayapura Papua

Pada kesempatan ini saya melaporkan tentang Kondisi HAM di Papua terkait “Penghilangan Dan Penculikan Paksa “Enforced disappearances and abductions” pada tanggal 25 Juli 2016 di Jayapura atas tindakan yang dilakukan oleh  Pasukan Khusus Militer Indonesia.

Pertama
Kondisi HAM di Papua paska KTT MSG pada tangal 14 Juli 2016 di Honiara Solomon Island semakin tidak kondusif. Hal tersebut dapat dilihat dari tindakan Penghilangan dan Penculikn Paksa “Enforced disappearances and abductions” yang dilakukan oleh Pasukan Khusus Militer Indonesia terhadap “RIAN FRANGKLIN DEMENA”.

KETERANGAN KORBAN
Nama                            : RIAN FRANGKLIN DEMENA
Tempat/Tgl Lahir         : MARIBU, 26-09-1996
Jenis Kelamin     : LAKI-LAKI Gol.: -
Alamat                 : KAMPUNG MARIBU
RT/RW                :003 /001
Desa/Kel.            : MARIBU
Kecamatan/Distrik       : SENTANI BARAT
Agama                : KRISTEN
Status                           : BELUM KAWIN
Pekerjaan           : PELAJAR /MAHASISWA
Kewarganegaraan      : WNI
Umur                             : 20 Tahun
Nama Ayah                  : .................
Nama Ibu            : .................
Asal                     : Maribu, Sentani-Papua
RIAN FRANGKLIN DEMENA, disiksa dan dibunuh oleh Pasukan Khusus Indonesia pada tanggal 25 Juli 2016, Senin pagi, sekitar pukul 10 pagi, saat korban keluar dengan kendaraan motor baru yang dibelikan oleh ayahnya untuk mencoba jalan jarak jauh.

Sekitar pukul 01, atau 13:00 siang Waktu setempat, terjadi penghadangan, penodongan, pemukulan hingga pembunuhan korban di pertengahan jalan baru antara Distrik Kemtuk dan Distrik Sentani Barat di wilayah Tanah Moy.

RIAN FRANGKLIN DEMENA, adalah West Papuan Independence Rights Activist yang pernan memberikan laporan pelanggaran HAM “Tentang Penangkapan 7 Warga Sipil Papua di Distrik Depapre kepada Asian Human Rights Commission.

“Pada hari Jumat tanggal 15 Februari 2013 Jam 10:00 Waktu Papua, terjadi penangkapan terhadap beberapa masyarakat sipil oleh DENSUS-88 yang dibantu langsung oleh Polsek Depapre di Kampung Depapre, Distrik Depapre, dan juga dibantu oleh POLRES Doyo, Kabupaten Jayapura. Korban dianiaya oleh aparat sehingga mengalami gangguan kesehatan”.

“ASIAN HUMAN RIGHTS COMMISSION - URGENT APPEALS PROGRAMME
Urgent Appeal Case: AHRC-UAC-024-2013
19 February 2013
INDONESIA: Seven Papuans are arrested and tortured on false allegations of having a relationship with pro-independence activists
ISSUES: Arbitrary arrest & detention, inhuman & degrading treatment, police violence, torture “
RIAN FRANGKLIN DEMENA, juga adalah Anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Tanah Tabi, yang aktif terlibat dalam aksi-aksi KNPB.

Kedua
Berkaitan dengan tindakan tersebut, tidak ada jaminan hidup dan masa depan no life security and the future bagi orang Papua.

Ketiga
Seperti diketahui sebelumnya, aksi long march mendukung Gerakan Pembebasan Papua menjadi anggota penuh Melanesian Spearhead Group pada KTT MSG pada tanggal 14 Juli 2016 di Honiara Solomon Island, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menemukan delapan dugaan pelanggaran HAM dalam insiden di Asrama Mahasiswa Papua Kamasan I, Jalan Kusumanegara, Yogyakarta, pada tanggal 14-16 Juli lalu.

Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (22/7/2016), menyebutkan ada delapan dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam insiden di Asrama Mahasiswa Papua Kamasan I, Jalan Kusumanegara, Yogyakarta, pada tanggal 14-16 Juli 2016 lalu.

Pertama, telah terjadi pembatasan kebebasan berekspresi dan berpendapat,” kata Pigai.
Pembatasan tersebut, telah bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik, dan UU Nomor 9 Tahun 2008 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Depan Umum.
Kedua, terjadi tindak kekerasan oleh aparat Kepolisian terhadap mahasiswa Papua di luar lingkungan asrama. Ini bertentangan dengan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik, dan UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan.
Pelanggaran ketiga, terjadi hate speech berupa kekerasan verbal mengandung unsur rasisme dari ormas intoleran terhadap mahasiswa Papua. Hal ini bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Dugaan pelanggaran keempat, lanjut Pigai terjadi pembiaran oleh aparat keamanan atas orasi berisi hate speech rasis dari ormas intoleran yang mendatangi Asrama Mahasiswa Papua. Ini bertentangan dengan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dugaan pelanggaran kelima, Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta belum memberikan jaminan kebebasan dan rasa aman bagi mahasiswa Papua melalui langkah konkret seperti mengeluarkan peraturan daerah, instruksi gubernur, atau pernyataan resmi untuk mencegah tindakan rasisme terhadap warga Papua,” ungkap  Pigai.
Sedangkan pelanggaran keenam, adalah terjadi penangkapan dan penahanan terhadap delapan orang mahasiswa Papua oleh Kepolisian, dengan satu di antaranya ditetapkan sebagai tersangka, tanpa dua alat bukti yang kuat. Hal tersebut dinilai Komnas HAM bertentangan dengan prinsip penegakan hukum yang berkeadilan dan nondiskriminatif seperti diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik.
Ketujuh, Penggunaan kekuatan berlebihan oleh Kepolisian yang terlihat dari pengerahan jumlah aparat secara besar-besaran, penggunaan senjata, dan adanya tembakan gas air mata yang diarahkan ke Asrama Mahasiswa Papua, lanjut Pigai.
Dan yang terakhir, multitafsirnya pernyataan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono ke X tentang separatisme yang tidak boleh ada di Yogya. Ucapan itu multitafsir karena tidak ditujukan kepada individu yang terkait separatisme, sehingga dapat dimaknai ditujukan kepada orang Papua di Yogya.
Perkataan itu, menurut Komnas HAM, juga dapat dimanfaatkan oleh 25 ormas di DIY dan masyarakat setempat untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan prinsip HAM.
Delapan dugaan pelanggaran HAM tersebut diumumkan setelah Komnas HAM turun langsung ke lokasi kejadian dan meminta keterangan dari sejumlah pihak seperti Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, mahasiswa Papua di Yogya, Sri Sultan Hamengkubuwono ke X, dan Kapolda DIY. Sumber berita: Inilah Delapan Pelanggaran Insiden Asrama Papua di Jogyakarta

Keempat
Sebagai Negara Demokrasi, Indonesia telah mengakui HAM warga negaranya didalam UUD’45, UU No.39 Tahun 1999 Tentang HAM, UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM. Selain itu ada ratifikasi instrumen  internasional, seperti Undang Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Regarding Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia) dan Ratifikasi terhadap Konvenan Hak- hak Sipil dan Politik, menjadi UU No. 12 Tahun 2005. Walaupun demikian, tak ada satupun dari berbagi intrumen ini yang berlaku efektif, baik dari sisi penegakan maupun penerapannya.

KRONOLOGIS PEMBUNUHAN RIAN FRANGKLIN DEMENA

Hari Pertama 25 Juli 2016
Pada tanggal 25 Juli 2016, Senin pagi, sekitar pukul 10 korban keluar dengan kendaraan motor baru yang dibeli ayahnya untuk mencoba jalan jarak jauh, dalam perjalanan korban melihat ada mobil hitam yang mengikutinya.

Menurut Kesaksian
Melihat mobil tersebut, korban berhenti untuk merokok dengan tujuan biarkan mobil tersebut lewat. Ternyata mobil tersebut berhenti di depan korban dan langsung ada yang turun dan langsung menanyakan korban, katanya, “Ko ini yang namanya Rian Demena kah? Karena korban mengenal mereka, korban memanggil mereka, “ah.. mari merokok duluh! Tiba-tiba ada anggota preman yang turun langsung menodong korban dengan pistol”. Preman tersebut, menanyakan korban sekali lagi, “Ko ini yang namanya Rian Demena kah? Langsung dipukul sambil menanyakan tentang “perjalanan semua activist HAM Papua masuk keluar Papua lewat manakah?” Para activist itu akan balik kapan? Dan nanti balik lewat mana? Sambil memukul korban, Pelaku menanyakan, “Ko kenal aktivist nama-nama inikah?, Korban menjawab, “Saya kenal, tetapi tidak tahu mereka tinggal dimana”. Pelaku menanyakan tentang keberadaan Terianus Satto, “Terianus Satto kapan pulang? Dia pulang lewat manakah? Jawab korban, “Saya tidak tahu dia pulang lewat mana”. Pelaku juga menanyakan korban, “Kenapa ko ikut kegiatan Papua Merdeka? Ko orang Jawa baru, jawab korban, “Saya ikut dengan hati nurani”.  Hal tersebut sempat terjadi aduk mulut antara korban dan pelaku. Ketika dipukul, korban berusaha untuk melarikan diri, namun pelaku menendang korban hingga korban jatuh. Karena takut korban melarikan diri, akhirnya pelaku memotong urat besar pada bagian kaki korban. Akhirnya korban teriak-teriak minta tolong”, “Toloooong…! Toloooong..! Toloooong…!

Korban diseret dan dimasukan ke dalam mobil hitam, beberapa jari tangan korban dipatahkan, dan kemudian ditikam dibagian leher hingga menembus jantung korban. Akhirnya korban menghembuskan napas dan mati di dalam mobil. Korban diseret keluar dari dalam mobil dan langsung dibuang tergeletak dijalan raya, seolah-olah ditabrak oleh truck.

Menurut Kesaksian
Menurut Kesaksian, ketika pelaku sudah mengeksekusi korban, ada sebuah truck yang naik untuk memuat kayu di jalan baru. Sopir yang mengendarai truct tersebut bernama, “Tikno”. Dia ditodong dengan senjata dan dipaksakan mengaku sebagai pelaku dalam pembunuhan  melalui kecelakaan truck tersebut.
Pelaku menodong dan memaksa  “Tikno” untuk mengaku sebagai pelaku, jika Tikno tidak mengaku, maka Tikno dan keluarganya akan dihabisi segera. Karena ditodong dan dipaksakan akhirnya “Tikno” mengaku sebagai pelaku.

Selanjutnya, pelaku utama menghidupkan motor korban dan mengarahkan motor kearah truck dengan gas tinggi melepas motor tersebut lari langsung menabrak samping truck hingga motor tersebut hancur. Hal ini dilakukan untuk mengelabui pelaku utama.

Akhirnya, pelaku utama menghubungi Kantor Polsek terdekat, Polsek Dosay, Distrik Sentani Barat Tanah Moy, bahwa telah ada kecelakaan di jalan baru. Ketika sudah ada respon balik dari Polsek terdekat, Pelaku Utama langsung kabur menghilang.

Menurut Kesaksian Warga Kampung Waibron
“Kami terkejut melihat rombongan polisi dengan menggunakan motor dan mobil ramai-ramai masuk lewat jalan baru, hingga membuat kami bertanya-tanya, “Ada apa di jalan baru? Dan beberapa menit kemudian, ada sebuah mobil ambulance masuk lagi naik lewat jalan baru.

Setelah polisi tiba di tempat kejadian, polisi langsung melakukan olah-TKP terhadap korban. Setelah melakukan penyelidikan, polisi langsung menghubungi mobil ambulance terdekat untuk membawa korban ke Rumah Sakit Yoware untuk selanjutnya dilakukan Visum.

Beberapa jam kemudian, keluarga korban mendapat informasi bahwa anak mereka ditabrak oleh truck yang naik lewat jalan baru, maka keluarga langsung menuju rumah sakit untuk melihat korban.

Di Rumah Sakit
Selama beberapa jam di rumah sakit, korban telah mendapat pelayanan Visum dokter, dan hasil Visum tersebut membuktikan bahwa urat besar di kaki korban dipotong, beberapa jari tangan dipatahkan, leher dicekit, dan ada tusukan alat tajam di leher bagian kanan menembus jantung korban.

Akhirnya korban ditempatkan di kamar mayat untuk ditemui keluarganya. Ketika ayah korban tiba, melihat mayat anaknya dan pembuktian hasil visum dokter, ayah korban langsung menyuruh pihak rumah sakit untuk mengantar mayat anaknya pulang ke rumah.

Menurut Kesaksian Ayah Korban
“Beberapa jam kemudian setelah mayat anaknya sudah tiba di rumah bersama keluarga, pihak kepolisian Polsek Dosay, Distrik Sentani Barat Tanah Moy, datang menyampaikan turut berduka cita atas meninggalnya anak bapak, dan memberikan bantuan uang senilai Rp. 3.000.000 (Tiga Juta Rupiah), 4 Karung Beras, dan 4 Karton Supermi untuk kebutuhan pemakaman. Melihat scenario tersebut, ayah korban langsung terkejut dan heran dengan tindakan pihak polsek hingga membuat ayah korban tidak habis pikir.

Hari Kedua 26 Juli 2016
Pemakaman Jenazah Korban di Pekuburan Umum Kampung Maribu, Jalan Depapre. Hiruk-pikuk yang penuh tangisan air mata keluarga, sahabat dan teman-teman mengiringi mengantar mayat korban dengan penuh dukacita.

Hari Ketiga 27 Juli 2016
Menurut Kesaksian Ayah Korban
Menurut kesaksian ayah korban, sekitar pukul 09 pagi, ada pihak Jasa Raharja dengan mobil Inova yang bertulis Jasa Raharja, datang menemui saya bersama keluarga korban.

Kesaksian ayah korban, mereka datang dan mengatakan kepada saya, bahwa kami mau membantu uang buat keluarga korban. Kalau bapak bisa tanda tangan surat-surat ini, kami akan kirim uang sekarang juga ke rekening bapak senilai Rp. 25 Juta (Dua Puluh Lima Juta Rupiah).

Mendengar itu, ayah korban mengatakan kepada pihak Jasa Raharja bahwa “Saya tidak bisa melakukan hal tersebut, karena saya masih membayangkan wajah anak saya, dan saya juga tidak punya rekening tabungan.

Mendengar apa yang dijelaskan oleh ayah korban, pihak Jasa Raharja langsung menawari kepada ayah korban bahwa, “Kami bisa membantu membuka rekening bapak sekarang juga, yang penting bapak tanda tangan surat yang kami bawah ini saja, dan rekening kami buka, bapak cuma tanda tangan saja.

Mendengar tawaran pihak Jasa Raharja berulang-ulang, ayah korban langsung dengan tegas menolak semua tawaran pihak Jasa Raharja, yang salah satu anggotanya Marga Kudiay berasal dari Paniai, Papua.

Beberapa jam kemudian, ayah korban langsung memesan mobil dan mengangkut semua bantuan dari pihak kepolisian Polsek Dosay, Distrik Sentani Barat Tanah Moy, diantaranya; bantuan uang senilai Rp. 3.000.000 (Tiga Juta Rupiah), 4 Karung Beras, dan 4 Karton Supermi menuju Polsek setempat untuk dikembalikan. Karena ayah korban tidak tegah menerima semua kepalsuan atas pembunuhan anaknya.

BARANG BUKTI
1. KTP Milik Korban                      
2. Motor Milik Korban
3. Photo Korban RIAN FRANGKLIN DEMENA
Bukti Tusukan Di Bagian Leher Korban
4. Photo Bukti Urat Besar Kaki Korban Yang Dipotong
5. Photo Tubuh Korban
6. Bukti Ola-TKP Kepolisian
7. KEPINGAN MOTOR KORBAN
8. BUKTI SATU TALI RAPIAH    
9. BUKTI BEKAS REM BAN TRUCK
10. PHOTO BARANG BUKTI BANTUAN POLSEK SENTANI BARAT
Berupa 4 Karung Beras dan 4 Karton Supermi
11. BUKTI PROSES PEMAKAMAN KORBAN

PERNYATAAN SIKAP
Melihat tindakan penyiksaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh Pasukan Khusus Indonesia terhadap korban pada hari Senin, 25 Juli 2016, maka pernyataan sikap kami sebagai berikut:

Pertama, Hak hidup kami sebagai masyarakat pribumi Papua terancam sehingga kami meminta kepada Masyarakat Internasional untuk mendesak Komisi HAM Asia Pasifik untuk segera mendesak Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melakukan sebuah intervensi internasional di tanah Papua, untuk menyelesasaikan konflik berkepanjangan yang terus masih terjadi di Papua;

Kedua, Kami meminta kepada Komisi HAM Asia Pasifik untuk segera mendesak Negara-negara Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mendesak Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan September 2016 agar melakukan sebuah intervensi internasional di Tanah Papua;

Ketiga, Kami meminta kepada Ketua Melanesia Spearhead Group (MSG) untuk dapat pertimbangan tindakan penyiksaan dan pembunuhan terhadap Aktivist HAM Muda Papua “RIAN FRANGKLIN DEMENA” pada pertemuan pemimpin MSG pada bulan September 2016 di Port Vila Vanuatu;

Keempat, Kami meminta kepada Ketua Fasific Island Forum (FIF) untuk dapat pertimbangan tindakan penyiksaan dan pembunuhan terhadap Aktivist HAM pada pertemuan (FIF) bulan September 2016.

Kelima, Kami meminta kepada Ketua Sinode GKI di Tanah Papua untuk menyeruhkan kepada Konferensi Gereja-Gereja Pasifik (Pacific Conference of Churches (PCC) mendesak Dewan Gereja Se-Dunia untuk segera memperhatikan keputusan Bursam, Korea Selatan.

Demikian laporan tentang penyiksaan dan pembunuhan terhadap Aktivist HAM Muda Papua oleh Pasukan Khusus Militer Indonesia di Jalan Baru antara Distrik Sentani Barat dan Kemtuk, Kabupaten Jayapura. Oleh karena itu, kami mohon perhatian oleh masyarakat Internasional atas situasi HAM di Papua saat ini.

Stay Connected

Copyright © West Papua Ujung Panah. Designed by OddThemes