Papua Ujung Panah - Anthon: Pasal Makar
Perlu Diuji Materiil ke MKJAYAPURA-Penanganan kasus pengibaran bintang kejora,
sebaik pemerintah dan aparat keamanan harus lebih bersikap kooperatif untuk
menyelidikan apa maksud di balik pengibaran bintang kejora. Hal ini diungkapkan
Anthon Raharusun, Advokat Senior dan telah menyelesaikan studi S2 jurusan hukum
kenegaraan UGM Yogyakarta kepada Cenderawasih Pos, Kamis (25/9).Menurutnya,
dalam menangani kasus bintang kejora, pemerintah dan aparat keamanan tidak
perlu terus menerus mengambil tindakan represif terhadap warga yang notabene
masih warga NKRI. "Ekspresi yang ditunjukkan lewat symbol bintang kejora
yang dilihat dalam konteks aspirasi simbolik (bukan aspirasi politik), artinya
aspirasi simbolik yang diperlihatkan oleh sebagian warga masyarakat Papua
tersebut masih dalam konteks demokrasi yang harus dicarikan akar
permasalahannya dan dicarikan solusi tanpa harus rakyat terus-terus menjadi
korban dariketidak adilan dari sebuah proses peradilan yang sesaat dan
unfair," katanya. Menurutnya, korban dari ketidakadilan dalam proses
peradilan yang unfair tersebut tentu hanya akan menambah deratan panjang dilema
yang terus menerus dihadapi oleh bangsa ini. "Oleh karena itu menurut saya
sebaiknya Pasal Makar dalam KUHP perlu dilakukan uji materiil ke Mahkamah
Konstitusi (MK), mengingat pasal itu sudah tidak relevan lagi dengan
semangatdemokrasi saat ini di Indonesia, dimana bangsa ini sedang menata faham
kebangsaan dan ke-Indonesiaan menuju demokrasi yang tetap Pancasilais,"
ujarnya. Dikatakan, ekspresi dengan cara menaikkan Bendera Bintang Kejora oleh
sebagian warga masyarakat Papua sebaiknya jangan dipresepsikan sebagai bentuk
permusuhan terhadap Negara yang ingin memisahkan diri dari wilayah NKRI, sebab
apakah dengan berekspresi melalui symbol bendera dengan cara menaikkan bintang
kejora seketika itu pula telah memisahkan wilayah Papua menjadi Negara sendiri
atau Negara yang merdeka."Symbol bendera yang diekspresikan itu harus
dilihat sebagai sebuah dilemma Negarabangsa yang semestinya diberikan
kelonggaran kepada berbagai kelompok di dalam masyarakat (termasuk kelompok
primordial) untuk menyatakan dan memperjuangkan aspirasi sosial-politiknya,
sepanjang aspirasi itu tidak menjadikan sebagian wilayah NKRI ke dalam
kekuasaan asing atau membentuk sebuah Negara Baru," tuturnya. Sepanjang
kekhawatiran itu tidak terjadi, lanjutnya, maka pemerintah dan aparat sebaiknya
tidak selalu dan terus menerus bersikap represif terhadap setiap aspirasi yang
terjadi di tanah Papua. "Sebab, ketika tindakan represif dan proses hukum
menjadi pilihannya, maka justeru akan mendorong semangat entitas priomordial
dari anak bangsa ini untuk tetap berjuang melawan ketidak adilan dan
penindasan. Dengan demikian, menurut saya sudah saatnya pasal-pasal makar yang
ada masih dipertahankan dalam KUHP perlu dihapus karena sudah tidak relevan
lagi dengan semangat demokrasi saat ini, karena bangsa ini tidak lagi hidup
dalam rezim kolonial, dan jika saja pasal-pasal makar itu tetap diterapkan
dalam suasana demokrasi ke-Indonesia yang Pancasilais ini, maka kebhinekaan dan
kebangsaan yang selama ini menjadi alat perekat jati diri bangsa ini secara
lambat laun akan melunturkan rasa kebangsaan ke-Indonesiaan dari sabang sampai
merauke," pungkasnya. (fud)
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Posting Komentar